tari selamat datang

tari slamatt datangg

Tari Selamat Datang, Papua Timur

Beragamnya jenis tarian di Indonesia yang unik dan indah sering dijadikan sebagai opening di berbagai acara pergelaran budaya Indonesia hingga dalam acara besar seperti yang diadakan pada tahun 2011 lalu dalam acara ASEAN GAMES (SEA Games XXVI). Dalam pelenggaraan SEA Games tersebut terdapat banyak kesenian berupa tarian tradisional yang ditampilkan sebagai acara pembuka, salah satunya adalah tari selamat datang.

Tari selamat datang merupakan tarian yang berasal dari Papua Timur. Tarian yang menjadi andalan di daerah Papua ini sangat dikenal kekhasan gerakannya yang energik dan dinamis, ditambah dengan aksesoris para penarinya seperti hiasan kalung dan tutup kepala yang terbuat dari kerang atau gigi dan tulang hewan yang menarik seperti hendak berperang ternyata mampu mencuri perhatian para penonton.

Tarian selamat datang menjadi sebuah icon atau ekspresi gembira dan rasa hormat yang ditunjukkan para penduduk Papua dalam ritual penyambutan tamu. Tarian ini melibatkan sekumpulan penari pria dengan pakaian adat papua (memakai sehelai kain yang menutupi bagian depan tubuh) lengkap dengan tameng dan tombak. Terdapat pula sekumpulan orang atau regu musisi yang mengiringi tarian ini dengan alat musik seperti gitar, ukulele, tifa dan stem bass yang biasanya dibuat sendiri oleh penduduk Papua.

Gitar yang digunakan untuk mengiringi tarian selamat datang tidak berbeda jauh dengan gitar yang digunakan masyarakat Indonesia pada umumnya. Sedangkan ukulele adalah sebuah alat musik petik sejenis gitar namun berukuran mini sekitar ± 20 inci. Tifa merupakan alat musik yang mirip dengan gendang, pukulan nada yang keluar dari tifa membuat tarian selamat datang menjadi lebih meriah dan asyik sehingga sangat menarik untuk di ikuti dalam setiap gerakan yang ditampilkan oleh para penari tari selamat datang.

Tarian selamat datang masih tergolong sebagai jenis tarian tradisional, ditambah dengan keaslian adat istiadat Papua yang masih terjaga hingga saat ini, maka dengan keunikan dan asyiknya tarian selamat datang semakin membuat Papua memiliki pesona tersendiri dibandingkan dengan daerah yang lain. Meski Papua menjadi daerah sulit terjamah oleh pemerintah dan masyarakat,Indonesia beruntung memilki Papua yang sangat konsisten dengan menjaga warisan-warisan dari para leluhurnya.

Walaupun tarian selamat datang masih terjaga dari sisi tradisional dan budayanya, kita sebagai generasi bangsa harus tetap menjaga dan melestarikan secara terus menerus tarian yang didominasi dengan gerakan lompat-lompat energik dan diiringi dengan dendangan irama tifa ini untuk para penerus bangsa Indonesia di masa depan. Berinovasi dalam dunia seni tari dengan mengangkat budaya ujung Indonesia yaitu ufuk Merauke dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk nyata kita mencintai Negeri yang kaya ini.

 

tari suanggi

Tari Suanggi adalah tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini mengisahkan seorang suami ditinggal mati istrinya yang menjadi korban angi-angi (jejadian). Dari sekian banyak karya seni budaya di nusantara ini, masih sedikit referensi atau catatan yang merincikannya dengan detail, di antaranya adalah tentang keberadaan tari Suanggi.Jika kita lihat dari deskripsinya, tari suanggi adalah bentuk ekspresi masyarakat Papua Barat tentang kekentalan nuansa magis di daerah tersebut. Beberapa tarian di Papua, cenderung terkesan berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan. Seperti halnya  tari suanggi. Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit. Karl Jaspers menyebut pengalaman-pengalaman yang bisa memunculkan krisis eksistensi ini sebagai situasi batas, dan di antaranya yang paling penting ialah pengalaman menghadapi peristiwa kematian.
Dalam kepercayaan magis masyarakat Papua Barat, Suanggi adalah roh jahat (kapes) karena belum ditebus dan belum mendapat kenyamanan di alam bakanya. Roh-roh ini biasanya merasuk pada tubuh wanita. Wanita yang meninggal saat melahirkan ditakutkan akan menjelma menjadi kapes fane. Sementara dalam kelompok masyarakat Aifat yang lebih ke utara, sering menyebutnya sebagai kapes mapo. Roh-roh ini sering merasuki perempuan yang masih hidup, yang kemudian secara magis mampu mencelakakan orang lain. Perempuan yang dirasuki roh ini selain disebut sebagai kapes mapo kadang disebut juga sebagai perempuan suanggi.
Konon, roh-roh jahat ini dapat diperalat untuk mencelakakan orang lain yang tidak disenangi. Kadang mereka juga iri melihat orang yang makan sendiri di hutan. Kalau mereka melihat orang makan di sekitar tempat tinggal mereka dan membuang sisa-sisa makanan sembarangan, sisa-sisa makanan itu akan menjadi sarana bagi mereka untuk merasukinya, menyebabkan orang sakit, kurus dan akhirnya mati.
Bila telah jatuh kurban semacam ini, para tetua akan melakukan mawi untuk mencari tahu, siapa gerangan perempuan suanggi (kapes mapo) itu. Setelah berhasil diketahui, maka perempuan itu akan dibunuh, entah dipukuli ataupun dengan dipaksa minum akar tuba. Selanjutnya perutnya dibedah, untuk melihat keanehan-keanehan pada isi perutnya. Konon, bila benar perempuan itu adalah kapes mapo, empedunya ada dua. Bahkan hingga hari ini, kepercayaan terhadap Suanggi masih sangat kental
Dari beberapa data hasil penelitian dan informasi di atas, kita bisa melihat betapa kental kepercayaan masyarakat Papua terhadap hal-hal magis. Kemudian dirangkum dan direkam dalam bentuk seni pertunjukan tari. Dipelihara, dijaga dan dilestarikan secara turun temurun demi keyakinan, dan keseimbangan kehidupan yang kemudian kita kenali sebagai sebuah identitas budaya.

tari perang

caciii       timthumb.php

Tari Perang adalah salah satu nama tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini melambangkan kepahlawanan dan kegagahan rakyat Papua. Tarian ini biasanya dibawakan oleh masyarakat pegunungan. Digelar ketika kepala suku memerintahkan untuk berperang, karena tarian ini mampu mengobarkan semangat.

Papua adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah keragaman adat, suku dan budaya yang terbanyak. Dari hasil pengumpulan data oleh tim yang dibentuk kepala Dinas Kebudayaan dan Provinsi Papua dan setelah di seleksi dan ditetapkan melalui seminar yang melibatkan tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Perempuan, tokoh Pemuda dan tokoh Masyarakat mewakili 7 wilayah adat yaitu: Wilayah Adat Mamta, Wilayah Adat Saireri, Wilayah Adat Bomberai, Wilayah Adat Domberai, Wilayah Adat Ha-Anim, Wilayah Adat La-Pago, Wilayah Adat Mi-Pago, ternyata sebanyak 248 suku. Penetapan jumlah 248 suku asli ini merupakan data informasi sementara dan terbaru.

Dari keragaman jumlah ini, kita bisa membayangkan betapa kaya akan sumber penelitian bagi para akademisi antropologi, budayawan, seniman dll. Dalam dunia seni pertunjukan, perkembangan tari di Indonesia berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat. James R. Brandon (1967) membagi perkembangan pertunjukan di Asia Tenggara dapat dibagi menjadi 4 periode yaitu: Periode pra-sejarah, sekitar 2500SM-100M. Periode masuknya kebudayaan India, 100-1000. Periode masuknya pengaruh Islam, 1300-1750. Periode masuknya negara barat, 1750-akhir perang dunia ke-2.

Dilihat dari segi antropologi budaya di Papua, dan analisis perkembangan seni tari di Asia Tenggara, Tari Perang dari masyarakat Papua Barat ini mengarah pada karya seni pertunjukkan periode prasejarah. Masyarakat Papua, hingga hari ini tetap menjaga dan melestarikan tarian ini sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyang dan harga diri sebuah bangsa atau suku. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan masyarakat dan keseniannya tidak merupakan perkembangan yang terputus satu sama lain, melainkan saling berkesinambungan. Mereka percaya bahwa sejak dahulu nenek moyang masyarakat Papua selalu berharap, bahwa budaya yang telah diwariskan kepada setiap generasi tidak luntur, tidak tenggelam dan tidak terkubur oleh berbagai perkembangan zaman yang kian hari kian bertambah maju. Seperti halnya budaya tarian-tarian yang telah mereka ciptakan dengan berbagai gelombang kesulitan, kesusahan dan keresahan tidak secepat dilupakan oleh generasi berikutnya.

Banyak catatan yang mengisahkan peperangan antar suku di Papua pada jaman pra-sejarah, seperti tarian perang Velabhea, yaitu tarian yang mengisahkan perang suku di Sentani. Masyarakat Papua menggunakan tarian perang untuk memberi dorongan spiritual dalam menghadapi peperang. Namun seiring perkembangan zaman dan peraturan pemerintah yang melarang keras adanya peperangan antar suku, tarian ini kini hanya menjadi tarian penyambut tamu undangan.

Tarian perang Papua ini termasuk dalam tarian grup, atau bahkan bisa menjadi tarian kolosal. Karena tidak ada batasan jumlah penari. Seperti umumnya tarian di Papua, tarian perang pun diringi tifa dan alat musik lainnya, yang menjadi pembeda adalah lantunan lagu-lagu perang pembangkit semangat. Dengan mengenakan busana tradisional, seperti manik-manik penghias dada, rok yang terbuat dari akar, dan daun-daun yang disisipkan pada tubuh menjadi bukti kecintaan masyarakat Papua pada alam.

 

 

tari payung

pyungg

Tari Payung

Tari payung adalah tarian yang melambangkan kasih sayang.Tarian ini dilakukan dengan menggunakan payung sebagai instrument pelengkap.Tarian yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat ini biasanya dilakukan oleh 3-4 orang penari yang dilakukan secara berpasangan antara pria dan wanita.Tarian ini mencerminkan pergaulan muda-mudi, sehingga penggunaan payung ini betujuan untuk melindungi mereka dari hal-hal negatif.Tarian ini biasa dibawakan pada saat pembukaan suatu acara pesta,pameran atau bentuk kegiatan lainnya.

Makna Properti

Randai Padang Panjang

Makna dari tari ini adalah wujud perlindungan dan kasih sayang seorang kekasih kepada pasangannya atau suami kepada istrinya dalam membina kehidupan rumah tangga agar selalu bahagia dan sentosa. Bentuk perlindungan ini tidak diartikan melalui gerakan para penari pria dan wanita, karena gerakan ini telah dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman.Tapi, makna tarian ini dilambangkan dengan properti yang digunakan berupa payung untuk pria dan selendang untuk wanita.Payung dilambangkan sebagai bentuk perlindungan pria sebagai pilar utama dalam keluarga.Si penari pria akan melindungi kepala penari wanita.Sedangkan, selendang khas Padang dilambangkan sebagai ikatan cinta suci yang kuat dan penuh akan kesetiaan dari seorang wanita serta kesiapannya dalam membangun rumah tangga

Lagu Pengiring

Lagu pengiring tari payung berjudul Babendi-bendi ke Sungai Tanang. Dikisahkan bahwa makna dalam lagu ini menceritakan tentang sepasang suami-istri yang sedang berbulan madu di Sungai Tanang. Berikut ini adalah lirik lagu pengiring tari payung:Babendi-bendi Babendi..bendi Ka sungai tanang Aduhai sayang (2x) Singgahlah mamatiak..singgahlah mamatiak Bunga lembayung (2x) Hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x) Mailek rang mudo..mailek rang mudo manari payung..(2x) Hati siapo..hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x) Mailek si nona..mailek si nona manari payung..(2x)

Berbendi-bendi Berbendi-bendi Ke sungai tenang..aduhai sayang (2x) Singgahlah memetik..singgahlah memetik bunga lembayung Hati siapa..hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x) Melihat orang muda..melihat orang muda menari payung.. Hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x) Melihat si nona..melihat si nona..menari payung(2x)

tari piring

220px-Tarian_Piring

Tari Piring

Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni tari tradisonal di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama. Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan. Tari Piring merupakan sebuah simbol masyarakat Minangkabau. Di dalam tari piring gerak dasarnya terdiri daripada langkah-langkah Silat Minangkabau atau Silek.

Sejarah

Pada awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis

Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.

Gerakan

Gerakan tari piring pada umumnya adalah meletakkan dua buah piring di atas dua telapak tangan yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakan-gerakan tari yang cepat, dan diselingi dentingan piring atau dentingan dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian, biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan kemudian para penari akan menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut.

Tarian ini diiringi oleh alat musik Talempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak penari yang begitu lincah membuat pesona Tari Piring begitu menakjubkan. Pakaian yang digunakan para penaripun haruslah pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning keemasan.

tari serampang dua belas

12

Tarian Serampang dua belas merupakan tarian yang berasal dari provinsi Sumatera Utara sendiri. Seperti yang kita tahu bahwa daerah ini lebih banyak memiliki suku batak didalamnya. Begitu juga dengan beberapa tarian yang ada pada daerah ini sendiri. Tarian itu sendiri merupakan tarian yang memiliki banyak makna dan juga arti yang dalam bagi yang telah membuatnya, sehingga pada dasarnya tarian ini bisa saja menjadi hal yang harus selalu ada dan selalu menjadi budaya dari daerah masing-masing seperti provinsi Sumatera utara ini sendiri untuk bisa lebih mengembangkan budaya yang ada, khususnya pada bidang tarian ini sendiri untuk lebih dikenal oleh orang banyak.

Tarian yang ada di provinsi Sumatera Utara ini adalah bermacam-macam, dimana tarian tersebut adalah seperti tari tor-tor, profane, morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering, dan tari kebangkiung. Tari serampang dua belas sendiri merupakan tari yang termasuk dari suku melayu sendiri. Dimana tarian ini berbeda dengan macam-macam tarian yang ada diatas, walaupun seperti itu tarian serampang dua belas ini cukup terkenal di Negara Indonesia karena seringnya dibawakan dalam acara penyambutan tamu agung ataupun untuk hal yang lainnya, sehingga tarian ini dapat membawa nama baik untuk provinsi Sumatera Utara sendiri dengan berbagai gerakan dan juga makna serta arti yang baik dalam setiap gerakan yang ditampilkannya tersebut.

Tarian dari provinsi Sumatera Utara ini sendiri pun hanya terbagi atas dua suku saja, dimana seperti yang telah kita ketahui bahwa hanya ada suku batak dan juga suku melayu. Tarian tersebut sendiri sudah dibagi masing-masing bentuk dan juga fungsinya sendiri, tentu saja di daerah ini sendiri adalah tarian yang berbentuk magis, ataupun hanya sebuah tarian adat saja yang sering dipertontonkan oleh beberapa penari yang bisa membawakan tarian tersebut. untuk orang yang membawakan tarian tersebut sendiri haruslah sesuai dengan tarian itu sendiri, dan bisa saja dalam sebuah tarian tersebut hanya ada laki-laki dan mungkin juga hanya ada perempuan, serta tidak menutup kemungkinan ada sepasang laki-laki dan juga perempuan dalam tarian tersebut.

  • Tarian Serampang Dua Belas

 

Tari serampang dua belas merupakan salah satu tarian budaya yang berasal dari Sumatera Utara yang berkembang pada masa kesultanan Serdang. Tarian ini sendiri diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan diubah ulang oleh pencipta dari tarian ini antara tahun 1950-160. Sebelum bernama serampang duabelas ini tarian ini bernama tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini sendiri yaitu lagu Pulau Sari.

Tari serampang dua belas ini sendiri berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan yang pertama dan juga diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara dan juga teruna. Oleh karena tarian ini sendiri menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini sendiri biasanya dimainkan secara berpasangan dimana biasanya antara laki-laki dan juga perempuan. Namun demikian, pada awal perkembangan tarian ini sendiri dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat yang ada pada waktu itu sendiri melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi untuk memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya. Dalam tari serampang dua belas ini juga banyak sekali orang yang penasaran dan ingin sekali melihat tarian ini sendiri, bukan hanya dari warga Negara Indonesia sendiri melainkan warga dari mancanegara pun berantusias untuk melihatnya.

Nama dari tarian ini sendiri sebetulnya diambil dari dua belas ragam gerakan tari yang bercerita tentang tahapan-tahapan proses pencarian jodoh hingga memasuki tahap perkawinan sendiri. Ragam pertama adalah mengenai sikap yang masih malu-malu dan penuh tanda Tanya. Ragam kedua sendiri adalah mulai tumbuh rasa suka diantara dua hati. Ragam ketiga kegundahan dalam memendam rasa. Ragam keempat adalah mabuk kepayang. Ragam kelima adalah ragam gila. Ragam keenam adalah mencoba menangkap isyarat. Ragam ketujuh adalah kekasih yang dimabuk asmara. Ragam kedelapan adalah sepasang kekasih yang ingin mengenalkan kepada keluarga besarnya. Ragam kesembilan adalah berdebar-debar menunggu restu dari orang tua mereka. Ragam kesepuluh adalah perkawinan. Ragam kesebelas adalah ungkapan rasa syukur dan ragam terakhir adalah siap mengarungi rumah tangga tanpa adanya perpisahan.

tari kipas

Tari Kipas Pakarena adalah ekspresi kesenian masyarakat kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Tari Pakarena ini, kerap dipertontonkan untuk mempromosikan pariwisata khas Sulawesi Selatan. Dalam bahasa Makassar, asal kata Pakarena berasal dari kata karena yang mempunyai makna main. Tari Pakarena sering dilakukan keluarga kerabat Kerajaan Gowa, sebagai wujud kecintaan.

tari maengket

180px-Maengket

Maengket merupakan tarian rakyat yang berasal dari Minahasa.[1] Maengket dibawakan oleh penari perempuan maupun laki-laki dengan memakai pakaian putih.[1] Tari ini dibawakan oleh penari dalam jumlah banyak, bisa hanya penari perempuan, hanya penari laki-laki atau pun campuran.[1] Tarian ini menggunakan gerak dan irama yang sederhana.[1] Iringan untuk Maengket adalah musik tambur.[1] Seperti halnya di Jawa terdapat tari ledek, tari Maengket bertujuan untuk bersyukur terhadap dewi kesuburan. Maka, Maengket dipentaskan setiap kali panen usai.[1] Namun demikian, seiring perkembangannya tari Maengket tidak hanya menjadi tari usai panen saja, tetapi juga tari untuk menyambut tamu agung.[1] Selain itu, digunakan juga untuk merayakan hari-hari besar.[1] Bahkan, tari Maengket kini menjadi sarana promosi terutama dalam dunia pariwisata.[2] Iringan untuk Maengket pun semakin meriah karena menggunakan tifa, tambur, kolintang dan lagu-lagu dengan lirik khas Minahasa.[2] Karena jumlah penarinya yang banyak, Maengket termasuk dalam kategori tari massal

tari monong

tari monong

Tari ini sering juga disebut dengan tari Manang. Tari ini merupakan sebuah tari penyembuhan yang dapat menyembuhkan atau menangkal penyakit yang ada dalam tubuh si sakit. Dalam tarian ini penari bertindak seperti seorang dukun dengan menggunakan jampi-jampi.

tari kuda gepeng

Tari ini berkembang di daerah Banjar Hulu dan juga merambah hingga daerah Banjar Kuala. Dan tari ini sering ditampilkan pada berbagai acara masyarakat sebelum tahun 1960- an.

Penari Kuda Gepang selalu berpasang-pasangan. Dan biasanya, tari ini ditampilkan dalam rangkaian acara perkimpoian masyarakat Banjar, yaitu Bausung Panganten.
Pasangan pengantin akan duduk di pundak dua orang yang bertindak sebagai raja Kuda lumping. Di belakangnya diikuti rombongan Kuda Lumping.

Menariknya, setelah sampai ke tempat mempelai perempuan, rombongan Kuda Gepang ini juga bisa bertindak layaknya sebagai pagar ayu bagi pasangan pengantin yang sedang bersanding di pelaminan. Mereka berbaris untuk membuka jalan pengantin.

Dalam kepercayaan masyarakat Banjar, keturunan dari para penari Kuda Gepang atau penggepangan ini, juga harus menampilkan tari ini pada saat pernikahannya agar rumah tangganya lancar.

Menurut Budayawan Banjar, Drs Mukhlis Maman, Kuda Gepang saat ini sudah sangat jarang ditampilkan pada pesta perkimpoian masyarakat Banjar.

Dia menambahkan, properti yang digunakan untuk penari Kuda Gepang ini lumayan mahal dan makin banyak penarinya, makin mahal pula biayanya.

“Tapi untuk daerah Kandangan dan Rantau, tari ini masih ditampilkan dalam acara pesta perkimpoian masyarakatnya,” ujar pria yang akrab disapa Julak ini.

Sementara menurut Budayawan Kalsel lainnya, Djantera Kawi, menyatakan nilai filosofi yang dapat diambil dari tari Kuda Gepang ini, adalah sikap untuk selalu bekerja keras.

Dia menambahkan, kuda merupakan lambang kekuatan. Selain itu kuda merupakan hewan yang sangat kuat dan memiliki watak bekerja keras, sehingga manusia semestinya memiliki watak tersebut.

“Dalam berumah tangga pengantin harus bekerja keras untuk memenuhi segala keperluan hidupnya,” ujar Djantera.

Tidak Ada Unsur Magic

TARI Kuda Gepang ini sangat mirip dengan salah satu permainan yang ada di pulau Jawa, yakni Kuda Lumping. Namun ada beberapa perbedaan antara tari Kuda Gepang dengan Kuda Lumping.

Salah seorang Budayawan Kalsel, Drs Mukhlis Maman mengatakan ada beberapa perbedaan mendasar antara permainan Kuda Lumping dengan tari Kuda Gepang.

Dia menjelaskan, perbedaan dapat dilihat dari segi cara menggunakan properti, busana yang digunakan, maupun musik penggiringnya.

Jika diperhatikan dengan seksama, properti yang dibuat menyerupai kuda, antara Kuda Lumping dengan Kuda Gepang akan berbeda.

Punggung Kuda Gepang tidak dalam lekukannya, sementara Kuda Lumping lebih dalam. Hal ini berkaitan dengan cara penggunaannya. Kuda Lumping dimainkan dengan cara ditunggangi.

Sementara Kuda Gepang hanya dijepit pada bagian ketiak oleh para penarinya. Kemudian untuk musik penggiringnya, Kuda Gepang selalu diiringi dengan musik gamelan Banjar dan busana yang digunakan adalah pakaian kida-kida.

Selain berbeda propertinya, buasana yang digunakan dan musik penggiringnya, ternyata ada hal yang mendasar, yang menjadi perbedaan antara Kuda Lumping dengan Kuda Gepang.

“Cara menampilkannya, jika Kuda Lumping selalu menampilkan unsur magic, maka Kuda Gepang tidak demikian,” ujar Mukhlis.

Selain itu, lanjutnya, penari Kuda Gepang selalu berperan sebagai seorang penari. Makanya dia tidak seperti pemain Kuda Lumping, yang suka memakan beling dan lain sebagainya.