Arsip Blog

tari selamat datang

tari slamatt datangg

Tari Selamat Datang, Papua Timur

Beragamnya jenis tarian di Indonesia yang unik dan indah sering dijadikan sebagai opening di berbagai acara pergelaran budaya Indonesia hingga dalam acara besar seperti yang diadakan pada tahun 2011 lalu dalam acara ASEAN GAMES (SEA Games XXVI). Dalam pelenggaraan SEA Games tersebut terdapat banyak kesenian berupa tarian tradisional yang ditampilkan sebagai acara pembuka, salah satunya adalah tari selamat datang.

Tari selamat datang merupakan tarian yang berasal dari Papua Timur. Tarian yang menjadi andalan di daerah Papua ini sangat dikenal kekhasan gerakannya yang energik dan dinamis, ditambah dengan aksesoris para penarinya seperti hiasan kalung dan tutup kepala yang terbuat dari kerang atau gigi dan tulang hewan yang menarik seperti hendak berperang ternyata mampu mencuri perhatian para penonton.

Tarian selamat datang menjadi sebuah icon atau ekspresi gembira dan rasa hormat yang ditunjukkan para penduduk Papua dalam ritual penyambutan tamu. Tarian ini melibatkan sekumpulan penari pria dengan pakaian adat papua (memakai sehelai kain yang menutupi bagian depan tubuh) lengkap dengan tameng dan tombak. Terdapat pula sekumpulan orang atau regu musisi yang mengiringi tarian ini dengan alat musik seperti gitar, ukulele, tifa dan stem bass yang biasanya dibuat sendiri oleh penduduk Papua.

Gitar yang digunakan untuk mengiringi tarian selamat datang tidak berbeda jauh dengan gitar yang digunakan masyarakat Indonesia pada umumnya. Sedangkan ukulele adalah sebuah alat musik petik sejenis gitar namun berukuran mini sekitar ± 20 inci. Tifa merupakan alat musik yang mirip dengan gendang, pukulan nada yang keluar dari tifa membuat tarian selamat datang menjadi lebih meriah dan asyik sehingga sangat menarik untuk di ikuti dalam setiap gerakan yang ditampilkan oleh para penari tari selamat datang.

Tarian selamat datang masih tergolong sebagai jenis tarian tradisional, ditambah dengan keaslian adat istiadat Papua yang masih terjaga hingga saat ini, maka dengan keunikan dan asyiknya tarian selamat datang semakin membuat Papua memiliki pesona tersendiri dibandingkan dengan daerah yang lain. Meski Papua menjadi daerah sulit terjamah oleh pemerintah dan masyarakat,Indonesia beruntung memilki Papua yang sangat konsisten dengan menjaga warisan-warisan dari para leluhurnya.

Walaupun tarian selamat datang masih terjaga dari sisi tradisional dan budayanya, kita sebagai generasi bangsa harus tetap menjaga dan melestarikan secara terus menerus tarian yang didominasi dengan gerakan lompat-lompat energik dan diiringi dengan dendangan irama tifa ini untuk para penerus bangsa Indonesia di masa depan. Berinovasi dalam dunia seni tari dengan mengangkat budaya ujung Indonesia yaitu ufuk Merauke dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk nyata kita mencintai Negeri yang kaya ini.

 

tari suanggi

Tari Suanggi adalah tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini mengisahkan seorang suami ditinggal mati istrinya yang menjadi korban angi-angi (jejadian). Dari sekian banyak karya seni budaya di nusantara ini, masih sedikit referensi atau catatan yang merincikannya dengan detail, di antaranya adalah tentang keberadaan tari Suanggi.Jika kita lihat dari deskripsinya, tari suanggi adalah bentuk ekspresi masyarakat Papua Barat tentang kekentalan nuansa magis di daerah tersebut. Beberapa tarian di Papua, cenderung terkesan berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan. Seperti halnya  tari suanggi. Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit. Karl Jaspers menyebut pengalaman-pengalaman yang bisa memunculkan krisis eksistensi ini sebagai situasi batas, dan di antaranya yang paling penting ialah pengalaman menghadapi peristiwa kematian.
Dalam kepercayaan magis masyarakat Papua Barat, Suanggi adalah roh jahat (kapes) karena belum ditebus dan belum mendapat kenyamanan di alam bakanya. Roh-roh ini biasanya merasuk pada tubuh wanita. Wanita yang meninggal saat melahirkan ditakutkan akan menjelma menjadi kapes fane. Sementara dalam kelompok masyarakat Aifat yang lebih ke utara, sering menyebutnya sebagai kapes mapo. Roh-roh ini sering merasuki perempuan yang masih hidup, yang kemudian secara magis mampu mencelakakan orang lain. Perempuan yang dirasuki roh ini selain disebut sebagai kapes mapo kadang disebut juga sebagai perempuan suanggi.
Konon, roh-roh jahat ini dapat diperalat untuk mencelakakan orang lain yang tidak disenangi. Kadang mereka juga iri melihat orang yang makan sendiri di hutan. Kalau mereka melihat orang makan di sekitar tempat tinggal mereka dan membuang sisa-sisa makanan sembarangan, sisa-sisa makanan itu akan menjadi sarana bagi mereka untuk merasukinya, menyebabkan orang sakit, kurus dan akhirnya mati.
Bila telah jatuh kurban semacam ini, para tetua akan melakukan mawi untuk mencari tahu, siapa gerangan perempuan suanggi (kapes mapo) itu. Setelah berhasil diketahui, maka perempuan itu akan dibunuh, entah dipukuli ataupun dengan dipaksa minum akar tuba. Selanjutnya perutnya dibedah, untuk melihat keanehan-keanehan pada isi perutnya. Konon, bila benar perempuan itu adalah kapes mapo, empedunya ada dua. Bahkan hingga hari ini, kepercayaan terhadap Suanggi masih sangat kental
Dari beberapa data hasil penelitian dan informasi di atas, kita bisa melihat betapa kental kepercayaan masyarakat Papua terhadap hal-hal magis. Kemudian dirangkum dan direkam dalam bentuk seni pertunjukan tari. Dipelihara, dijaga dan dilestarikan secara turun temurun demi keyakinan, dan keseimbangan kehidupan yang kemudian kita kenali sebagai sebuah identitas budaya.

tari perang

caciii       timthumb.php

Tari Perang adalah salah satu nama tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini melambangkan kepahlawanan dan kegagahan rakyat Papua. Tarian ini biasanya dibawakan oleh masyarakat pegunungan. Digelar ketika kepala suku memerintahkan untuk berperang, karena tarian ini mampu mengobarkan semangat.

Papua adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah keragaman adat, suku dan budaya yang terbanyak. Dari hasil pengumpulan data oleh tim yang dibentuk kepala Dinas Kebudayaan dan Provinsi Papua dan setelah di seleksi dan ditetapkan melalui seminar yang melibatkan tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Perempuan, tokoh Pemuda dan tokoh Masyarakat mewakili 7 wilayah adat yaitu: Wilayah Adat Mamta, Wilayah Adat Saireri, Wilayah Adat Bomberai, Wilayah Adat Domberai, Wilayah Adat Ha-Anim, Wilayah Adat La-Pago, Wilayah Adat Mi-Pago, ternyata sebanyak 248 suku. Penetapan jumlah 248 suku asli ini merupakan data informasi sementara dan terbaru.

Dari keragaman jumlah ini, kita bisa membayangkan betapa kaya akan sumber penelitian bagi para akademisi antropologi, budayawan, seniman dll. Dalam dunia seni pertunjukan, perkembangan tari di Indonesia berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat. James R. Brandon (1967) membagi perkembangan pertunjukan di Asia Tenggara dapat dibagi menjadi 4 periode yaitu: Periode pra-sejarah, sekitar 2500SM-100M. Periode masuknya kebudayaan India, 100-1000. Periode masuknya pengaruh Islam, 1300-1750. Periode masuknya negara barat, 1750-akhir perang dunia ke-2.

Dilihat dari segi antropologi budaya di Papua, dan analisis perkembangan seni tari di Asia Tenggara, Tari Perang dari masyarakat Papua Barat ini mengarah pada karya seni pertunjukkan periode prasejarah. Masyarakat Papua, hingga hari ini tetap menjaga dan melestarikan tarian ini sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyang dan harga diri sebuah bangsa atau suku. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan masyarakat dan keseniannya tidak merupakan perkembangan yang terputus satu sama lain, melainkan saling berkesinambungan. Mereka percaya bahwa sejak dahulu nenek moyang masyarakat Papua selalu berharap, bahwa budaya yang telah diwariskan kepada setiap generasi tidak luntur, tidak tenggelam dan tidak terkubur oleh berbagai perkembangan zaman yang kian hari kian bertambah maju. Seperti halnya budaya tarian-tarian yang telah mereka ciptakan dengan berbagai gelombang kesulitan, kesusahan dan keresahan tidak secepat dilupakan oleh generasi berikutnya.

Banyak catatan yang mengisahkan peperangan antar suku di Papua pada jaman pra-sejarah, seperti tarian perang Velabhea, yaitu tarian yang mengisahkan perang suku di Sentani. Masyarakat Papua menggunakan tarian perang untuk memberi dorongan spiritual dalam menghadapi peperang. Namun seiring perkembangan zaman dan peraturan pemerintah yang melarang keras adanya peperangan antar suku, tarian ini kini hanya menjadi tarian penyambut tamu undangan.

Tarian perang Papua ini termasuk dalam tarian grup, atau bahkan bisa menjadi tarian kolosal. Karena tidak ada batasan jumlah penari. Seperti umumnya tarian di Papua, tarian perang pun diringi tifa dan alat musik lainnya, yang menjadi pembeda adalah lantunan lagu-lagu perang pembangkit semangat. Dengan mengenakan busana tradisional, seperti manik-manik penghias dada, rok yang terbuat dari akar, dan daun-daun yang disisipkan pada tubuh menjadi bukti kecintaan masyarakat Papua pada alam.

 

 

pisau belati

pisau belati

Belati adalah sejenis senjata tajam yang fungsinya untuk menusuk atau menikam. Penggunaannya dapat dengan cara digenggam atau dilemparkan. Ukurannya dapat lebih kecil atau lebih besar daripada pisau. Senjata ini memiliki rentang sejarah yang panjang dan ada banyak jenisnya. Di Indonesia, senjata sejenis belati yang terkenal adalah rencong dan keris.

tifa

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Enkelvellige_bekervormige_trom_TMnr_18-18Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.

Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.

Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.

Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa memiliki nama lain yaitu titir. Jenisnya ada yang berbentuk seperti drum dengan tongkat seperti yang digunakan di Masjid . Badan kerangkanya terbuat dari kayu dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya